Dalam bidang TIK(Teknologi Informasi
dan Komunikasi) para peserta diklat diharapkan mengetahui etika dalam melakukan
setiap pekerjaan. Etika profesi berhubungan dengan memahami dan menghormati
budaya kerja yang ada, memahami profesi dan jabatan, memahami peraturan
perusahaan, dan memahami hukum.
Salah satu etika profesi yang juga
harus mereka pahami adalah kode etik dalam bidang TIK dimana mereka harus mampu
memilah sebuah program ataupun software yang akan mereka pergunakan apakah
legal atau illegal, karena program atau sistem operasi apapun yang akan mereka
gunakan, selalu ada aturan penggunaan atau license agreement.
Dalam
pemahaman bidang hukum mereka harus mengetahui undang –undang yang membahas
tentang HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) dan pasal-pasal yang membahas hal
tersebut.
Hukum Hak Cipta melindungi karya
intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi yang dimaksud seperti
dalam bentuk tulisan seperti lirik lagu, puisi, artikel atau buku, dalam bentuk
gambar seperti foto, gambar arsitektur, peta, serta dalam bentuk suara dan
video seperti rekaman lagu, pidato, video pertunjukan, video koreografi dll,
Definisi lain yang terkait adalah Hak
Paten, yaitu hak eksklusif atas ekspresi di dalam Hak Cipta di atas dalam
kaitannya dengan perdagangan. Hak Cipta diberikan seumur hidup kepada pencipta
ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan paten berlaku 20
tahun. Hak Cipta direpresentasikan dalam
tulisan dengan simbol © (copyright) sedangkan Hak Paten disimbolkan dengan ™
(trademark). Hak Paten yang masih dalam
proses pendaftaran disimbolkan ® (registered).
Hukum
Hak Cipta bertujuan melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan, menjual atau
membuat turunan dari karya tersebut. Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat
(author) adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain.
Hak Cipta sering diasosiasikan sebagai jual-beli lisensi, namun distribusi Hak
Cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual-beli, sebab bisa saja sang
pembuat karya membuat pernyataan bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan
didistribusikan (tanpa jual-beli), seperti yang kita kenal dalam dunia Open
Source, originalitas karya tetap dimiliki oleh pembuat, namun distribusi dan
redistribusi mengacu pada aturan Open Source.
Hak Cipta tidak
melindungi peniruan ide, konsep atau sumber-sumber referensi penciptaan karya.
Sebagai Contoh Apple sempat menuntut penjiplakan tema Aqua kepada komunitas
Open Source, namun yang terjadi adalah bukan penjiplakan, tapi peniruan. Hak
Cipta yang dimiliki Apple adalah barisan kode Aqua beserta logo dan
gambar-gambarnya, sedangkan komunitas Open Source meniru wujud akhir tema Aqua
dalam kode yang berbeda, dan tentunya membuat baru gambar dan warna
pendukungnya. Meniru bukanlah karya turunan.
Dalam
perangkat lunak selain karya asli yang dilindungi juga karya turunan (derivasi)
tetap dilindungi. Misal Priyadi yang membuat kode plugin
PHP exec di WordPress harus mengikuti aturan
redistribusi yang berlaku pada WordPress, dan WordPress mengikuti aturan PHP dan PHP mempunyai lisensi
Open Source. Dengan kata lain Priyadi harus tunduk terhadap aturan Open Source
dalam meredistribusikan kodenya, karena karya tersebut bersifat turunan.
Istilah ``freeware''
tidak terdefinisi dengan jelas, tapi biasanya digunakan untuk paket-paket yang
mengizinkan redistribusi tetapi bukan pemodifikasian (dan kode programnya tidak
tersedia). Paket-paket ini bukan perangkat lunak bebas, jadi jangan menggunakan
istilah ``freeware'' untuk merujuk ke perangkat lunak bebas.
Shareware ialah perangkat lunak yang
mengizinkan orang orang untuk meredistribusikan salinannya, tetapi mereka yang
terus menggunakannya diminta untuk membayar biaya lisensi. Shareware bukan
perangkat lunak bebas atau pun semi-bebas. Ada dua alasan untuk hal ini, yakni:
Sebagian besar shareware, kode programnya tidak tersedia; jadi anda tidak dapat
memodifikasi program tersebut sama sekali. Shareware tidak mengizinkan
seseorang untuk membuat salinan dan memasangnya tanpa membayar biaya lisensi,
tidak juga untuk orang-orang yang terlibat dalam kegiatan nirlaba. Dalam
prakteknya, orang-orang sering tidak mempedulikan perjanjian distribusi dan
tetap melakukan hal tersebut, tapi sebenarnya perjanjian tidak mengizinkannya.
Open source bila diterjemahkan secara
langsung, open source berarti “(kode) sumber yang terbuka”.
Sumber yang dimaksud disini adalah source code (kode sumber) dari sebuah
software (perangkat lunak), baik itu berupa kode-kode bahasa pemrograman
maupun dokumentasi dari software tersebut.
Open source
adalah
suatu budaya. Hal ini bermaksud untuk menegaskan bahwa open source ini
berlatar dari gerakan nurani para pembuat software yang berpendapat bahwa source
code itu selayaknya dibuka terhadap publik. Tetapi pada prakteknya open
source itu bukan hanya berarti memberikan akses pada pihak luar terhadap source
code sebuah software secara cuma-cuma, melainkan lebih dari itu. Ada
banyak hal yang perlu dipenuhi agar sebuah software dapat disebut
didistribusikan secara open source atau dengan kata lain bersifat open
source.
Sebuah organisasi yang bernama Open Source Organization, mendefinisikan pendistribusian software yang
bersifat open source dalam The Open Source Definition. The Open
Source Definition ini bukanlah sebuah lisensi, melainkan suatu set
kondisi-kondisi yang harus dipenuhi, agar sebuah lisensi dapat disebut bersifat
open source.
Ada pun definisinya sebagai berikut :
1.
Pendistribusian
ulang secara cuma-cuma. Sebagai contoh adalah Linux yang dapat diperoleh secara
cuma-cuma.
2.
Source code dari software tersebut harus disertakan atau
diletakkan di tempat yang dapat diakses dengan biaya yang rasional. Dan tentu
saja tidak diperkenankan untuk menyebarkan source code yang menyesatkan.
3.
Software hasil modifikasi atau yang diturunkan dari software
berlisensi source code, harus diijinkan untuk didistribusikan dengan
lisensi yang sama seperti software asalnya
4.
Untuk
menjaga integritas source code milik penulis software asal,
lisensi software tersebut dapat melarang pendistribusian source code yang
termodifikasi, dengan syarat, lisensi itu mengijinkan pendistribusian file-file
patch (potongan file untuk memodifikasi sebuah source code) yang
bertujuan memodifikasi program tersebut dengan source code asal
tersebut. Dengan begitu, pihak lain dapat memperoleh software yang telah
dimodifikasi dengan cara mem-patch (merakit) source code asal
sebelum mengkompilasi. Lisensi itu secara eksplisit harus memperbolehkan
pendistribusian software yang dibuat dari source code yang telah
dimodifikasi. Lisensi tersebut mungkin memerlukan hasil kerja modifikasi untuk
menyandang nama atau versi yang berbeda dari software asal.
5.
Lisensi
tersebut tidak diperbolehkan menciptakan diskriminasi terhadap orang secara
individu atau kelompok.
6.
Lisensi
tersebut tidak boleh membatasi seseorang dari menggunakan program itu dalam
suatu bidang pemberdayaan tertentu. Sebagai contoh, tidak ada pembatasan
program tersebut terhadap penggunaan dalam bidang bisnis, atau terhadap
pemanfaatan dalam bidang riset genetik.
7.
Hak-hak
yang dicantumkan pada program tersebut harus dapat diterapkan pada semua yang
menerima tanpa perlu dikeluarkannya lisensi tambahan oleh pihak-pihak tersebut.
8.
Lisensi
tersebut tidak diperbolehkan bersifat spesifik terhadap suatu produk. Hak-hak
yang tercantum pada suatu program tidak boleh tergantung pada apakah program
tersebut merupakan bagian dari satu distribusi software tertentu atau
tidak. Sekalipun program diambil dari distribusi tersebut dan digunakan atau didistribusikan
selaras dengan lisensi program itu, semua pihak yang menerima harus memiliki
hak yang sama seperti yang diberikan pada pendistribusian software asal.
9.
Lisensi
tersebut tidak diperbolehkan membatasi software lain. Sebagai contoh,
lisensi itu tidak boleh memaksakan bahwa program lain yang didistribusikan pada
media yang sama harus bersifat open source atau sebuah software
compiler yang bersifat open source tidak boleh melarang produk software
yang dihasilkan dengan compiler tersebut untuk didistribusikan
kembali.
Lisensi-lisensi yang telah
disertifikasi oleh Open Source Organization ini antara lain GNU General Public
License (GPL) (juga dikenal sebagai “Copyleft”), GNU Library General Public
License (LGPL), dan Sun Public License. Daftar selengkapnya dapat dilihat di: http://www.opensource.org/licenses.
GNU GPL dan GNU LGPL adalah lisensi
yang dibuÿÿ oÿÿh The ÿÿÿÿ Sofÿÿarÿÿÿÿundatiÿÿ. Liseÿÿi inÿÿpula yÿÿÿÿÿÿgunakan
oleh sÿÿÿÿarÿÿÿÿnux pada umumnya. Kata “free” dalam lisensi ini merujuk pada
hal "kebebasan", bukan pada hal “uang”. Dengan kata lain,
“free” dalam hal ini berarti “bebas” bukan “gratis”, seperti yang tertulis
dalam pembukaan lisensi tersebut diatas.
Berikut adalah cuplikan dari pembukaan
GNU GPL yang dapat dikatakan merupakan rangkuman dari keseluruhan lisensi
tersebut.
“Ketika kita berbicara tentang perangkat lunak
bebas, kita mengacu kepada kebebasan, bukan harga. Lisensi Publik Umum kami
dirancang untuk menjamin bahwa Anda memiliki kebebasan untuk mendistribusikan
salinan dari perangkat lunak bebas (dan memberi harga untuk jasa tersebut jika
Anda mau), mendapatkan source code atau bisa mendapatkannya jika Anda
mau, mengubah suatu perangkat lunak atau menggunakan bagian dari perangkat
lunak tersebut dalam suatu program baru yang juga bebas; dan mengetahui bahwa
Anda dapat melakukan semua hal ini.”
Undang Undang
HAKI bidang TIK
Bagian Pertama
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundangundangan
yang berlaku.
(2) Pencipta
dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang
orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan
Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Bagian
Keempat
Ciptaan yang Dilindungi
Ciptaan yang Dilindungi
Pasal 12
(1)
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang
dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra, yang mencakup:
a.
buku,
Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, dan
semua hasil karya tulis lain;
b. ceramah, kuliah,
pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan
dan ilmu pengetahuan; d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama atau drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim;
f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis,
gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni
patung, kolase, dan seni terapan;
g. arsitektur;
h peta
i. seni batik;
j. photografi
k. sinematografi
l. terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, database, dan
karya lain dari hasil pengaliwujudan.
Bagian Kelima
Pembatasan Hak Cipta
Pembatasan Hak Cipta
Pasal 14
Tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman
dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman
dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak
Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan
perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau
ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya
maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran,
dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pasal 15
Dengan syarat
bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
dengan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pencipta;
b.
pengambilan Ciptaan pihak lain, baik
seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar
Pengadilan;
c.
pengambilan Ciptaan pihak lain, baik
seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
(i)
ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
(ii) pertunjukan atau pementasan yang
tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pencipta.
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para
tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan suatu
Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau
proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan
pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f. perubahan yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur,
seperti Ciptaan bangunan;
g.
pembuatan salinan cadangan suatu
Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
Pasal 16
(1) Untuk kepentingan pendidikan, ilmu
pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan
pengembangan, terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra,
Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat:
a. mewajibkan
Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan
Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
b. mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk
memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak
Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang
Hak Cipta yang bersangkutan tidak
melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam huruf a;
c. menunjuk
pihak lain untuk melakukan penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut
dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
huruf b.
(2) Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga)
tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra
selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
(3) Kewajiban untuk memperbanyak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan
setelah lewat jangka waktu:
a.
3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang matematika dan ilmu
pengetahuan alam dan buku itu belum
pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia
b.
5 (lima) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang ilmu sosial dan buku itu
belum
pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
c. 7
(tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di bidang seni dan sastra dan buku itu
belum
pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia
(4) Penerjemahan atau Perbanyakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk pemakaian di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor ke wilayah Negara lain.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
(6) Ketentuan
tentang tata cara pengajuan Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau
memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Bagian Kedelapan
Sarana Kontrol Teknologi
Pasal 27
Kecuali atas izin Pencipta, sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak Pencipta tidak diperbolehkan dirusak, ditiadakan, atau dibuat tidak berfungsi
.
Pasal 28
(1) Ciptaan-ciptaan
yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya di bidang cakram
optik (optical disc), wajib memenuhi semua peraturan perizinan dan
persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
(2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai sarana produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik sebagaimana diatur
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
BAB III
MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 29
(1) Hak Cipta atas
Ciptaan:
a.
buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;
b. drama atau drama
musikal, tari, koreografi;
c. segala bentuk seni
rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;
d.
seni batik;
e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f. arsitektur;
g. ceramah, kuliah,
pidato dan Ciptaan sejenis lain;
h.
alat peraga;
i.
peta;
j.
terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup Pencipta dan
terus berlangsung hingga50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
(2) Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang
meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun
sesudahnya.
Pasal 30
(1)
Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program
Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e.
karya hasil pengalihwujudan,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan
(2) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang
diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali diterbitkan.
(3)
Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal
ini serta Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak
pertama kali diumumkan.
BAB V LISENSI
Pasal 45
(1) Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada
pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan
dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Kecuali
diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat
(2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima
Lisensi.
(4)
Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima
Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman
kepada kesepakatan organisasi profesi.
Pasal 46
Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap
boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk
melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 47
(1) Perjanjian
Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan
perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha
tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap
pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal.
(3)
Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat
ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada
umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan
tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja
melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja
dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja
dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja
dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja
melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar